Nilai dari Acara Samenan di Sukabumi Hiburan Masyarakat Sekaligus Dituduh Biang Kemacetan

Bulan Mei tiba, musim yang ditunggu-tunggu tiba yaitu musim acara samenan Sukabumi. Acara samenan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan momen kenaikan kelas Sekolah. Rangkaian acaranya biasanya dilakukan selama dua atau tiga hari dari setiap sekolah.
Dari acara meriah di sekolah, hingga iring-ringan karnaval turun ke jalan. Pihak sekolah melibatkan orang tua, masyarakat, dan anak-anak untuk mempersiapkan acara samenen sekolah secara matang.
Hingga saat ini, acara samenan Sukabumi telah menjadi tradisi yang mengakar dan terus dilestrasikan masyarakat dan selalu dilaksanakan setiap tahun. Ada kemeriahaan dan kegembiraan yang dirasakan oleh masyarakat, karena biasanya mereka berbondong-bondong turun ke jalan.
Bukan main-main, karnaval atau pawai biasanya melibatkan raturan orang turun ke jalan raya. Dampaknya, samenan juga dituduh sebagai biang kemacetan jalan raya berjam-jam dan seringkali membuat jengkel pengemudi kendaraan bermotor.
Padahal, samen adalah hiburan rakyat penuh nilai, mempertahankan nilai agama, tradisi, kesenian lokal.
Sejarah Acara Samenen Sukabumi Identik Drum Band dan Pertunjukan Tradisi Masyarakat
Menariknya, istilah samenan berasal dari bahasa Belanda yang berarti berkumpul bersama. Jiwa kebersamaan itu dilakukan dengan kegiatan arak-arakan yang melibatkan banyak orang dan pesertanya didandan sedemikian rupa.
Samenan ini mirip seperti karnaval yang dilakukan di banyak negara eropa dan amerika latin. Bedanya, ada pertunjukan tradisi dan agama yang mengiringi acara samenan.
Biar tahu saja, tradisi Acara Samenan Sukabumi sudah dilaksanakan berpuluh-puluh tahun dan seolah mandarah daging bagi masyarakat.
Awalnya, kegiatan samen kental dengan peragaan budaya lokal dan sarana dakwah. Lalu berkembang sebagai sarana sosialisasi nilai pendidikan, khususnya pendidikan agama. Kegiatannya tidak sampai turun ke jalan dan hanya dilaksanakan di sekitar lingkungan sekolah.
Pada perkembangannya sekitar tahun 1980, samenan mulai diiringi alat musik marawis. Acara tampil lebih meriah dan gembira karena sudah ada iringan musik di dalamnya. Pada waktu itu, drum band belum menjadi alat penting dalam karnaval samen. Perlahan acara samen pun mulai dilakukan dengan pawai ke jalan raya.
Seiring waktu, pelaksana samenen semakin kreatif dan semakin melibatkan drum band. Warga Cicantayan menceritakan kalau pawai mulai diiringi arak-arakan kendaraan beserta marching band sejak tahun 1985. Pihak sekolah, orang tua, dan siswa pun semakin kreatif.
Kerajinan yang dibuat berupa repilika kendaraan polisi, bentuk hewan, tumbuhan, super hero dan lainnya. Orang yang terlibat pun berhias diri dengan dandanan yang unik, seperti dandanan polisi, guru, pahlawan, superhero, dan lain-lain.
Dari masa itu hingga kini, acara samenen Sukabumi dimulai Bulan Mei dan berakhir pada bulan Agustus. Sepanjang waktu tersebut, karnaval samen selalu turun ke jalan dan suasananya sangat ramai oleh peseta dan ditonton oleh masyarakat.
Samenan Menghibur Masyarakat dan Bikin Kesal Pengemudi Kendaraan
Banyak orang yang terlibat dalam acara samenen Sukabumi dengan turut serta dalam pawai. Orang Sukabumi khususnya di daerah kabupaten mengenal betul kalau karnaval melibatkan pawai kendaraan, orang tua & murid, dongdang, marawis, drum band, dan pertunjukan hasil kreasi pesertanya.
Iring-iringan kendaraan menjadi bagian depan yang biasanya berada paling depan dalam karnval samenan. Ada seorang pengendara motor berada paling depan biasanya mengatur kondisi jalan agar mudah dilewati oleh peserta karnaval samen.
Setelah kendaraan, anak-anak dan orang tua siswa mengikuti berjalan beramai-ramai. Anak-anak dan orang tua menjadi bagian paling penting dalam acara samenan. Mereka mengungkapkan rasa bahagia anak-anaknya telah lulus atau naik kelas di sekolah.
Semua peserta biasanya tampak antusias sampai arak-arakan selesai dan kembali lagi ke titik awal dimulainya karnaval.
Lalu, pawai dongdang berada di belakang orang tua dan siswa. Dongdang merupakan hasil kreasi yang dibawa oleh peserta. Dongdang dibuat dari bambu dan dibentuk seperti bangunan rumah yang dihiasi dengan makanan, sayuran dan buah-buahan hasil panen masyarakat, dan lain-lain.
Isi dongdang memiliki makna wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang telah diperoleh. Isi dongdang biasanya diperbutkan oleh masyarakat yang menonton dan membuat suasana semakin ramai.
Baca juga :
Kado Ulang Tahun untuk Istri yang Membuatnya Semakin Cinta
Sang Bupati Mengajak Salat Subuh Anak Buahnya dan juga Melakukan Korupsi Berjamaah
Acara Samenan Identik dengan Drum Band dan Pertunjukan Kreasi Masyarakat
Acara tidak akan ramai tanpa diiringi oleh drum band. Drum band sebenarnya menjadi pelengkap dalam iring-irinan pawai samen dan bukan inti dari kegiatan. Namun suaranyanya sangat keras dengan alunan masik yang menarik membuat masyarakat ikut turun ke jalan untuk menonton acara samenan.
Ada pula marawis mengiringi pawai. Marawis sejenis band tepuk dan perkusi menjadu alat musik utamanya. Musik ini merupakan kolaborasi antara kesenian Timur Tengah dan Betawi. Marawis memiliki unsur keagamaan yang kental. para ibu-ibu biasanya menjadi pengiring marawis.
Nah pada iringan paling belakang menampilkan sekelompok orang dengan membawa kerajinan kesenian buah karya tangan mereka. Ada replika hewan-hewanan,tumbuh-tumbuhan, kendaraan perang militer, tokoh kartun, tokoh super hero, dan lain-lain. Tidak jarang karya peserta samenan sangat lucu dan membuat penontonnya tertawa.
Acara samenan Sukabumi dinanti oleh masyarakat, namun sering membuat jengkel para pengemudi kendaraan, karena menimbulkan kemacetan. Kalau ada sekolah melakukan samen dan turun ke jalan, kemacetan yang ditimbulkan bisa mencapai satu sampai dua jam.
Kondisi kemacetan terjadi karena peserta pawai memakan sebagian badan jalan. Acara Samenan Sukabumi yang menimbulkan kemacetan ini mulai diprotes. Tetapi tidak mudah mengubah tradisi samen ini karena menjadi tradisi yang berjalan puluhan tahun.
One thought on “Nilai dari Acara Samenan di Sukabumi Hiburan Masyarakat Sekaligus Dituduh Biang Kemacetan”