Perjalanan Menemukan Pemberantasan Buta Aksara Belantara Halimun

Perjalanan yang tidak disangka menemukan upaya pemberantasan buta aksara belantara Halimun. Pukul 6 pagi, suasana kampung ternyata telah ramai oleh anak-anak yang bermain selepas sholat berjamaah subuh di masjid. Mereka berkumpul di halaman rumah salah seorang warga dan sebagian lagi duduk dengan rapi berjajar di teras rumah panggung. Sambil bermain anak permpuan tertawa bahagia bemain loncat karet. Sedangkan sekumpulan anak laki-laki berlarian di lapang volly yang terletak di ujung kampung.
Mereka bermain dengan bola plastik yang sudah tidak bundar lagi akibat keseringan di pakai. Tampak sederhana, namun tidak mengurangi keceriaan mereka. Saya membayangkan anak-anak di kota seperti mereka bermain seperti mereka yang bermain bebas menyatu bersama semesta. Berikut ini merupakan tulisan tentang kenangan perjalanan ke belantara Halimun.
Perjalanan Menuju Kampung Pemberantasan Buta Aksara Belantara Halimun
Kami memang menyiapkan diri untuk perjalanan ke kawasan Taman Nasional Gunung Halimun untuk melakukan sosialisasi tentang minat baca. Sabtu pagi, perjalanan di mulai dari Kabupaten sukabumi dengan mengendarai kendaraan sepeda motor sederhana yang selalu setia menemani kami ke ebrbagai tempat. Hingga, tepat pukul 12.00 siang, kami sampai ke Rumah Baca Cantigi di daerah Kampung Tenjo Laut Kalapa Nunggal.
Kami harus melakukan koordinasi area serta rute perjalanan yang akan kami kunjungi. Kang Edi yang juga penggiat literasi membantu kami menunjukkan jalan dan mengarahkan ke satu kampung yang dituju. Ketika sudah menunjukkan jam sudah menunjukkan pukul 15.00, kami pun pamit untuj melanjutkan perjalan. Kami ikuti saja rute sesuai arahan Kang Edi. Untuk sampai ke lokasi kami harus bertanya kepada masyarakat di setiap persimpangan jalan,
Jalan yang kami lalui, dari mulai jalan hotmik, aspal yang bagus,aspal yang habis terkikis air sampai jalanan berbatu bercampur lumpur. Akhirnya, kami sampai di gapura pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kami sempat merasa kaget serta ragu mulai menyergap kami berdua. Karena kondisi cuaca sedikit hujan serta mulai turun kabut. Apalagi tidak tahu jalan yang akan kami tempuh hampir membuat kami putar arag kembali lagi ke kampung terakhir sebelum memasuki hutan.
Namun keyakinan dan rasa ingin tahu yang kuat membuat rasa penasaran. Lalu perjalanan menembus hutan belantara Gunung Halimun pun terus dilanjutkan. Kami harus bersusah payah dan penuh perjuangan dan akhirnya tiba di sebuah perkampungan yang sangat asing bagi kami sebelum masuk waktu magrib. Tepat di pintu masuk kampung, kami bertanya nama kampung serta di daerah mana kami berada saat ini. Dari obrolan dengan seorang tukang service resleting, kami pun yakin akan tiba ke tempat tujuan.
Bertemu Para Ibu-Ibu yang Ingin Mengenal Aksara
Kampung Citalahab Bedeng, Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kabupaten bogor tepat di ujung hutan belantara kawasan Gunung Halimun. Sebuah kampung yang terletak di tengah areal perkebunan teh sariwangi. Mayoritas penduduk kaum perempuan bekerja sebagai kuli petik the. Sedangkan para suami bermata pencaharian menjadi penambang yang sibuk menaruhkan nyawanya di lobang-lobang ilegal galian pertambangan emas di daerah Pongkor.
Malam itu, kami menginap di sebuah warung warga dan menggali informasi tentang kampung tersebut. Kami mengobrol denan Pak Idih yang tak lain yaitu sebagai pemilik warung tersebut. Malam berlalu dam keesokan pagi harinya, kami terbangun karena suara-suara keceriaan anak-anak yang sedang bermain. Saya pun datang menghampiri mereka. Tak jauh dari lokasi bermain anak-anak, kami melihat sebuah bangunan semi permanen yang posisinya di atas warung Pak Idih.
Bangunan tersebut ternyata sebuah madrasah yang bernama madrasah Al-ikhlas. Adapula sebuah rumah panggung bertuliskan Tempat Penitipan Anak. Lokasinya persis di seberang madrasah. Lalu, memberanikan diri menyapa ibu-ibu yang berada di rumah penitipan anak. Ada ibu Wulan yang ternyata salah satu pengajar di madrasah Al-ikhlas. Katanya terdapat 30 murid SD serta 17 murid Paud yang belajar di madarasah tersebut. Selain mengajar anak-anak, ibu Wulan kadang mengajar para ibu-ibu juga belajar membaca dan menulis.
Kami kaget mendengar penjelasannya. Karena tidak sedikit ibu yang berusia tua belajar membaca dan menulis. Mereka diajarkan untuk mengenal aksara.
“Maklum lah dik disini kan kebanyakan para kuli kasar perkebunan. Jadi masih ada yang belum bisa membaca dan menulis, Ibu Wulan menjelaskan sebab banyak ibu-ibu yang belum mengenal aksara. Mereka memanfaatkan sekolah anak-anak sebagai tempat belajar mereka juga.
Madrasah Al-Ikhlas Saksi Bisu Para Ibu Mengenal Buta Aksara Belantara Halimun
Madarasah Al-Ikhlas yang digunakan untuk pemberantasan aksara belantara halimun dibangun tahun 2012. Biayanya berasal dari sebuah yayasan di Jakarta. Setelah tegak berdiri, biaya perawatan serta pemeliharaan ditanggung oleh masyarakat secara swadaya. Pihak kelurahan memerikan uang kepada ibu Wulan beserta tiga rekan pengajarnya sebagai gaji tiap bulannya. Jumlahnya tidak seberapa, namun tidak membuat mereka patah arang untuk terus mengajar.
Kini bangunan madrasah sudah terlihat kerusakan, sehingga membutuhkan perbaikan. Dari bangku, dinding, serta papan tulis tampak rusak. Koleksi buku perpustakaan hasil donasi beberapa tahun silam sudah usang. Rak harus diisi buku yang baru. Ibu Wulan mengatakan pemberantasan buta aksara belantara Halimun dijalani ibu-ibu dengan semangat. Dari yang terbata-bata mengenal satu per satu huruf, akhir ibu-ibu mulai mengenal aksara dan bisa membaca. Mereka sangat bersemangat.
Namun, kondisi madrasah yang mulai rapuh mulai mengganggu pikiran para pengajar. Semoga saja, ada malaikat baik hati yang mau membantu untuk memperbaiki madarasah tersebut. Demi masyarakat di sana agar jauh lebih bersamangat untuk mengenal aksara.
Ditulis Oleh Ipong Sabumi
Sebuah Kenangan Perjalanan di Belantara Halimun