Makna Sungkeman Hari Raya Idul Fitri Dalam Budaya Jawa dan Islam

Makna Sungkeman Hari Raya Idul Fitri Dalam Budaya Jawa dan Islam

Makna Sungkeman Hari Raya Idul Fitri Dalam Budaya Jawa dan Islam. Sungkeman adalah suatu budaya yang terkenal dikalangan masyarakat Indonesia. seperti pernikahan, perayaan Idul Fitri, dan lainnya. Budaya Sungkeman banyak dipraktikkan dalam budaya dan kearifan lokal masyarakat suku Jawa.

Praktik budaya sungkeman banyak ditiru oleh masyarakat yang bukan orang Jawa. Sebagian menerapkannya sebagai suatu yang kerap dilakukan dalam acara-acara dan ritual upacara tertentu.

Sungkeman merupakan ritual salam atau penghormatan yang dilakukan dengan cara merundukkan badan atau membungkukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, lebih tua atau berstatus lebih tinggi dalam masyarakat.

Sungkeman dalam Budaya Jawa

Dalam kajian antropologi, sungkeman dapat dipahami sebagai bentuk komunikasi nonverbal yang melibatkan bahasa tubuh, gerakan, dan ekspresi wajah untuk menyampaikan pesan atau nilai-nilai sosial tertentu.

Sungkeman dapat menjadi simbol atau penanda status sosial, di mana seseorang yang melakukan sungkeman dianggap menghormati atau mengakui posisi sosial orang yang diberi sungkeman sebagai lebih tinggi atau lebih berpengaruh dalam masyarakat.

Dalam beberapa budaya, sungkeman juga dapat menjadi sarana untuk memperkuat atau memperteguh hubungan sosial antara individu atau kelompok. Misalnya dalam hubungan keluarga, tetangga, atau antara pemimpin dan pengikut.

Seorang yang melakukan sungkeman dapat dilihat dari gerakan, posisi, atau durasi dalam melakukan sungkeman dapat mengandung makna yang sangat spesifik dan memiliki makna kultural yang dalam. Misalnya, dalam budaya Jawa, sungkeman dilakukan dengan posisi duduk bersila dan tangan yang terlipat di depan dada.

Sedangkan dalam budaya Bali, sungkeman dilakukan dengan posisi duduk bersimpuh dan tangan yang diangkat sebagai tanda penghormatan.

Makna Sungkeman dalam Idul Fitri

Sungkeman dapat menjadi bentuk pengakuan atau penghormatan terhadap nilai-nilai keagamaan atau spiritual dalam masyarakat, misalnya dalam tradisi Islam. Praktik Sungkean dilakukan sebagai tanda penghormatan kepada sesama muslim dan sebagai bagian dari ibadah dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Dalam perspektif antropologi, sungkeman di Lebaran juga dapat dipahami sebagai bentuk pengenalan tentang peran gender. Perbedaan cara melaksanakan sungkeman antara laki-laki dan perempuan yang mencerminkan norma-norma gender yang berlaku dalam masyarakat.

Sungkeman di Lebaran juga dapat dilihat sebagai bentuk pengenalan tentang nilai-nilai keagamaan dan spiritual dalam masyarakat. Jadi dimaknai bentuk penghormatan kepada Allah SWT dan sebagai wujud syukur atas berkah dan rahmat yang diberikan dalam bulan Ramadan.

Sungkeman juga dapat menjadi sarana untuk membangun dan memperkuat solidaritas sosial dalam masyarakat. Melalui tindakan salam atau penghormatan ini, individu merasa terhubung dan saling menghormati sebagai anggota dari satu kelompok sosial.

Budaya Sungkeman di Lebaran juga dapat dipahami sebagai bentuk reproduksi budaya. Anak-anak diajarkan untuk melaksanakan sungkeman sesuai dengan tradisi dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakatnya sebagai bagian dari proses sosialisasi budaya.

Nilai Budaya Sungkeman Terhadap Penghormatan Kepada Orang Tua

Nilai budaya sungkeman adalah bentuk penghormatan kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua. Dalam budaya Indonesia, menghormati orang tua atau orang yang lebih tua merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi.

Anak-anak diharapkan belajar untuk menghargai dan menghormati orang yang lebih tua sebagai bentuk pengakuan akan kebijaksanaan, pengalaman, dan kedudukan mereka dalam keluarga dan masyarakat.

Selain itu, sungkeman juga mengandung makna memohon maaf. Dalam tradisi sungkeman, anak-anak mengucapkan kata-kata permohonan maaf kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua. Seperti “Maaf lahir dan batin” atau “Mohon maaf lahir dan batin”.

Hal ini menunjukkan kesadaran akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki sebagai manusia, dan sebagai bentuk pengakuan akan perlunya meminta maaf. Seorang mengakui kesalahan kepada orang yang lebih tua atau kepada mereka yang telah memberikan pengasuhan dan bimbingan.

Sungkeman dilakukan dengan melibatkan sentuhan fisik. Anak-anak biasanya mencium tangan orang tua atau orang yang lebih tua, atau merangkul mereka sebagai tanda kasih sayang dan hormat. Sentuhan fisik ini memiliki makna yang dalam, menggambarkan rasa cinta, penghargaan, dan kebersamaan antara anggota keluarga atau masyarakat.

Melalui sentuhan fisik ini, sungkeman juga mengajarkan anak-anak untuk dekat dan berhubungan secara emosional dengan orang tua atau orang yang lebih tua, serta membentuk ikatan emosional yang kuat antara generasi yang berbeda.

Dari Sungkeman dalam Budaya Jawa Menjadi Selalu Dilakukan Dalam Lebaran

Sungkeman saat Lebaran menjadi momen untuk saling memaafkan dan membuka lembaran baru dalam hubungan antar anggota keluarga atau masyarakat. Sehingga, kesalahan dan konflik yang mungkin terjadi selama tahun sebelumnya. Jadi diharapkan dapat dimaafkan dan semua dapat memulai lembaran baru dengan hati yang bersih.

Sungkeman juga dapat menjadi sarana untuk mengurangi atau menghindari konflik sosial. Individu dapat menunjukkan sikap sopan santun. Hal itu menunjukkan bentuk ekspresi emosi, di mana individu dapat menunjukkan rasa hormat, cinta, atau kasih sayang kepada orang lain melalui tindakan fisik sungkeman.

Jadi dapat disimpulkan, sungkeman merupakan salah satu tradisi budaya yang memiliki makna yang kompleks dalam masyarakat. Praktik yang dilakukan dalam bentuk komunikasi nonverbal, reproduksi budaya, simbol status sosial, pengakuan terhadap identitas budaya, dan solidaritas sosial.

Artikel menarik lainnya: Kapan Hari Raya Idul fitri 2023 Muhammadiyah?

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *