Fri. Apr 19th, 2024
    Pendidikan Kartini Kecil di Pelosok SukabumiPendidikan Kartini Kecil di Pelosok Sukabumi

    Sungguh beruntung menjadi Kartini lahir dari kalangan Priyayi dan mengenal baca tulis bukan hal sulit baginya, tetapi generasi perempuan kekinian harus bersusah payah menjaga lentera pendidikan Kartini tersebut. Dunia pendidikan perempuan bisa dikatakan bak lentera, apinya harus dilindungi dengan kaca agar tak tertiup angin dan mati.

    Nyala lentera itu temaram di dalam gelap  dan penuh keterbatasan. Tetapi, bukan berarti kita tak bisa berbuat apa-apa untuk menjaga api lentera pendidikan kartini kecil yang bakal menjadi generasi penerus bangsa ini. Yakinlah kita bisa melakukannya asal tidak membiarkan Kartini kecil menjadi dewasa seorang diri tanpa dukungan semua pihak.

    Tugas Bersama Menjaga Lentera Pendidikan Kartini Kecil Di Daerah Pelosok

    Times Indonesia mencatat bahwa Angka putus sekolah di Provinsi Jawa Barat selama November 2018 cukup tinggi, yaitu  hingga November mencapai 37.971 siswa. Angka yang dihitung dari akumulasi putus sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK. Anak siswa putus sekolah jenjang SD sekitar 5.627 siswa, SMP mencapai 9.621 siswa. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah saja (SD dan SMP) ada sekiar 15 ribu orang yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Sebagian dari siswa putus sekolah di Jawa Barat adalah anak-anak perempuan. Jangan kira anak-anak laki-laki saja yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Justru nasib anak perempuan bisa menjadi lebih gelap masa depan pendidikannya.

    Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hal yang menghambat akses pendidikan perempuan adalah faktor sosial dan ekonomi masyarakat yang rendah. Masyarakat cenderung memilih menghentikan pendidikan anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Karena menilai perempuan harus mengurus keluarga yang menjadi penyebab perempuan menjadi miskin ilmu.

    Sabumi Volunteer sendiri melihat kalau perempuan mulai memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Ada sangat banyak anak-anak perempuan yang tak beruntung tak bisa melanjutkan pendidikan dengan berbagai alasan. Dari alasan patriarki yang menempatkan perempuan hanya bertugas “membakar suluh untuk mamasak” keterbatasan akses menuju sekolah, dan ketidakmampuan orang tua untuk membiayai pendidikan mereka.

    Faktor biaya membuat pemikiran orang tua bahwa anak perempuan jangan terlalu tinggi sekolah karena kodrat wanita jadi ibu rumah tangga. Begitulah kebanyakan kasus di perkampungan daerah pelosok. Belum lagi masih terdapat kasus pernikahan dini. Anak-anak perempua melakukan pernikahan usia di bawah umur. Syukurnya kasus pernikahan dini mulai berkurang karena akses Sekolah SMP sudah banyak terdapat di berbagai tingkat kecamatan.

    Selamat Hari Kartini untuk Adik-Adik Perempuan Di Pelosok Sukabumi

    Kami melihat ketika generasi Kartini kekinian di daerah pelosok Sukabumi dibuka aksesnya menuju gerbang sekolah, anak-anak perempuan memiliki semangat yang sangat besar untuk sekolah. Apalagi kalau ada pihak yang peduli membantu tersedianya sarana pendidikan seperti buku, alat tulis, tas sekolah, dan sebagainya.

    Beban orang tua yang umumnya dari keluarga kurang mampu terhadap biaya pendidikan berkurang dan anak-anak perempuan pun semakin semangat ke sekolah. Hal itu bisa terjadi karena dukungan semua pihak terus mendorong anak-anak perempuan dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

    Pada hari Kartini hari ini, kami ingin mengucapkan selamat merayakannya ditujukan bagi Kartini-Kartini kecil di pelosok Sukabumi. Adik-adik perempuan pelosok Sukabumi adalah harapan bagi “Kartini masa depan”. Mereka yang terus semangat sekolah, meski dengan segala keterbatasan.

    Teruslah mengejar mimpi setinggi langit di angkasa. Jangan biarkan api lentera pendidikan kartini kecil padam dengan mudah. Tunjukkan pada orang tua, masyarakat sekitar, dan dunia kalau kalian bisa menjadi perempuan hebat selayaknya  Kartini yang berhasil menerangi kegelapan pada masanya. Jangan pernah berhenti merengkuh sebanyak-banyaknya ilmu pengatahuan.

    Baca juga : Nasib Bu Yuli Mati Kelaparan dan Rasa Empati Terhadap Tetangga Kita yang Miskin

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *