Siapa yang Bertanggung Jawab Kalau sekolah Dibuka Kembali? Berikut saran KPAI dan IDAI

Siapa yang Bertanggung Jawab Kalau sekolah Dibuka Kembali? Berikut saran KPAI dan IDAI

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebetulnya sudah menjelaskan belum ditentukan kapan waktunya sekolah akan dibuka kembali. Penentuan waktu lembaga pendidikan berkegiatan lagi akan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Namun, berbagai pihak sudah kasak-kusuk bertanya apa yang perlu dilakukan jika sekolah dibuka kembali? Tidak sedikit pula yang langsung menyatakan pemerintah terlalu cepat memutuskan sekolah dibuka kembali. Padahal pengumumaan saja belum ada.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun sudah mengeluarkan saran yang harus diperhatikan, jika Jika Kemdikbud Buka sekolah Pertengahan Juli 2020. Begitu pula, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sudah mendesak pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan membuat keputusan berdasarkan kesehatan dan kesejahteraan anak. Seolah-olah pemerintah telah membuat keputusan resmi tanggal masuk sekolah, padahal belum ditentukan. Bagaimana saran dari KPAI dan IDAI jika sekoah dibuka kembali?

Saran KPAI Jika Sekolah Dibuka Kembali

KPAI mengingatkan beberapa hal apabila pemerintah membuka sekolah kembali, antara lain:

  • Sekolah harus distrilisasi dengan anggaran dari dana BOS dan APBD melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan setempat. Sterilisasi mengacu pada protokol kesehatan, terutama pada sekolah yang pernah digunakan sebagai ruang isiolasi (Orang Dalam Pemantauan) ODP Covid-19.
  • Pemerintah harus membuat data pemetaan sekolah yang membutuhkan westafel tambahan. Disarankan setiap sekolah memilikisatu westafel dan disediakan hand sanitizer jika jumlah westafel terbatas
  • Apabila anak didik, pengajar, dan tenaga kependidikan lainnya wajib menggunakan masker, maka pemerintah perlu memberikan bantuan. Setiap siswa perlu diberikan bantuan masker, apalagi maksimal digunakan 4 jam dan setiap siswa wajib membawa masker cadangan.
  • Kemendikbud perlu menetapkan protokol kesehatan sendiri ketika sekolah dibuka kembali. Misalnya, berkaitan batas jumlah siswa dalam ruang kelas,  wajib menjaga jarak, dan pertimbangan siswa masuk secara bergantian dengan pertimbangan waktu belajar yang diperpendek.
  • Guru yang berdomisiliki di kota/kabupaten atau provinsi seperti di wilayah Jabodetabek, harus difasilitasi pemeriksaan negatif Covid-19. Alasannya, wilayah tempat tinggalnya dengan sekolah bisa berbeda status zonanya. Seperti, tempat mengajarnya sudah berstatus zona hijau, namun tempat tinggal guru masih zona merah.

Dari lima poin saran di atas, KPAI sepertinya ingin Kemendikbud benar-benar memperhatikan penerapan protokol kesehatan jika sekolah dibuka kembali. Selain, itu memperhatikan kondisi siswa dari segi waktu belajar dan memperhatikan kondisi guru juga.

Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Terhadap Nasib Anak-Anak Menjelang Akhir Masa Tanggap Darurat COVID-19

IDAI menyoroti jumlah kematian yang mencapai 1.326 orang dari 20.796 kasus konfirmasi positif COVID-19. Sementara, pemerintah mencanangkan Masa Tanggap Darurat COVID-19 hingga tanggal 29 Mei 2020. Belum ada tanda-tanda penurunan kasus positif menjelang akhir darurat tersebut, termasuk dalam kasus anak.

IDAI membuat data terkait jumlah Pasien Anak hingga tanggal 18 mei 2020. Berikut data yang telah dihimpun IDAI:

  1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 3.324 anak, 129 anak berstatus PDP meninggal,
  2. 584 anak terkonfirmasi positif COVID-19, dan 14 anak meninggal akibat COVID-19.

Dari data tersebut terbukti angka kesakitan dan kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia termasuk tinggi. Sehingga, anak-anak termasuk kelompok rentan. Maka, IDAI membuat anjuran agar pemerintah membuat keputusan perlu memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan anak.

Adapun anjuran IDAI kepada pemerintah terkait kebijakan pendidikan sebagai berikut:

  1. Kegiatan pendidikan anak usia dini dilaksanakan di rumah dalam lingkungan keluarga. Tujuannya untuk membentuk stimulasi dalam ranah perkembangan anak dengan lingkungan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.
  2. Kegiatan pembelajaran bagi anak usia sekolah dan remaja tetap dilakukan dalam bentuk
    pembelajaran jarak jauh. Pertimbangannya, karena sulit melakukan pengendalian transmisi jika siswa masih melakukan kerumunan.
  3. Tatanan kehidupan kenormalan baru perlu penyesuaian kebiasaan dalam interaksi sosial sesuai budaya
    di tempat masing-masing. Tetapi harus tetap mengutamakan pembatasan fisik untuk mencegah penyebaran
    COVID-19. Masyarakat diharapkan menyadari pentingnya tindakan tinggal beribadah, belajar, dan berkegiatan di rumah saja.
  4. Keputusan pemerintah melakukan Pelonggaran atau penghentian Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus  berdasarkan analisis kurva epidemiologis. Sehingga, dapat meminimalkan risiko anak tertular penyakit akibat virus corona.

IDAI menilai pemerintah harus memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan anak dalam membuat keputusan dalam kehidupan kenormalan baru di Indonesia. Apalagi dari data terbukti kasus COVID-19 pada anak-anak sangat rentan dan jumlahnya tinggi.

Baca juga: Apa Herd Immunity itu dan Bisakah Indonesia Menerapkannya?

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *