Guru di Sekolah yang Mengajak Berdiskusi dan Bukan Hanya Mendengar itu Mahal Pak Menteri

Guru di Sekolah yang Mengajak Berdiskusi dan Bukan Hanya Mendengar itu Mahal Pak Menteri

Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim ingin guru melakukan perubahan kecil salah satunya, mengajak guru di sekolah berdiskusi dan bukan hanya mendengar. Tidak ada yang istimewa dari ajakan tersebut, tetapi beliau tampaknya menangkap kondisi ruang belajar yang kaku selama ini.

Bukan rahasia lagi bukan, ruang kelas diisi dengan proses belajar-mengajar yang monoton. Anak-anak belajar dengan diam terpaku mendengar setiap kata dari mulut gurunya. Kalaupun mau mengeluarkan pendapat, suara anak sering kali tenggelam di antara teman-temannya. Bayangkan saja, tidak mudah membuka ruang diskusi ketika satu orang guru arus menghadapi 30-50 orang siswa dalam satu kelas.

Guru kadung lelah menghadapi setiap siswa di kelas. Bagaimana caranya guru bisa membuang ruang diskusi dengan kesempatan yang sama bagi setiap siswa. Kalau jumlahnya saja terlalu banyak. Guru kadung stres menghadapi siswa yang telampau banyak itu dan ujung-ujungnya ya siswa hanya mendengar saja.

Tetapi bukan tidak ada sekolah yang metode belajarnya dengan diskusi. Tentu saja ada pak Menteri. Ada kok sekolah yang model seperti itu, namun berbiaya mahal. Seperti sekolah alam, sekolah terpadu, dan sekolah internasional, gurunya selalu mengajak siswanya berdiskusi. Ya, untuk memperoleh cara belajar diskusi bukan mendengar itu searah dengan biaya pendidikan yang mahal.

Guru yang Mengajak Siswanya Berdiskusi itu Mahal, Ndak Semua Sekolah Sanggup Melakukannya

Pak Menteri Nadiem pasti sudah tahu, kalau ruang belajar anak-anak kita di sekolah negeri maupun swasta itu penuh sesak. Jumlah siswa terlampau banyak, hingga guru acapkali bingung menangani semua anak didiknya. Sudahlah harus menangani anak-anak yang banyak itu, penghasilan guru tak sebanding dengan beban mengajarnya. Ketahuilah Pak Menteri tenaga pendidikan di negeri ini kebanyakan honorer dan guru sekolah swasta dengan gaji minim.

Kecili, sekolah yang mahal-mahal itu. Kesejahteraan gurunya mungkin lebih baik. Jadi, guru bisa dengan enjoy mengajar anak didiknya. Ketika perut tidak kosong dan kondisi kesehteraannya aman-aman saja maka lebih mudah bagi guru untuk mengajar siswanya. Lah kalau gurunya serba kesulitan dengan gaji kecil, apa menteri masih berharap anak-anak mendapatkan transfer pengetahuan yang maksismal.

Kalau mau transfer pengetahuan maksimal itu ya cuma ada di sekolah mahal. Sekolah dengan siswa cuma 30 orang dan gurunya ada 3 dalam satu kelas. Sekolahnya pun luas dengan bangunan megah dan anak-anak pun betah di sekolah.

Kalau anak betah di sekolah yang lebih mudah mengajak mereka ngobrol dan diskusi. Tetapi, kalau sekolahnya dengan fasilitas apa adanya dan sarana yang tak mumpuni, metode belajarnya pun biasanya alakadarnya juga.

Iangat Pak Menteri, guru kita itu manusia biasa. Mereka bisa llimbung dengan kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Lalu, Bapak berharap guru tanpa tanda jasa itu berdiskusi di ruang kelas? Pak Menteri masih muda, marilah jalan-jalan ke banyak sekolah di negeri dan lihatlah, apakah perubahan kecil yang diharapkan itu dapat diterapkan di dunia pendidikan kita.

Selebihnya, Selamat bertugas ya Pak Menteri. Kepada guru di Indonesia, selamat hari guru. Mari ingatkan menteri kita, kalau perubahan kecil itu harus dilakukan dengan upaya besar. Semoga Pak Menteri bisa melakukannya.

Sekali lagi, Selamat Hari Guru

dari Sabumi Volunteer

Baca juga: Selamat Hari Buku Nasional: Membicarakan Akses Buku Bagi Anak-Anak di Pelosok Tidak Akan Ada Akhirnya

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *