Tidak Bisa Pulang Kampung Jumpa Opung Karena Virus Corona

Biasanya kalau sudah dekat lebaran, opung pasti bertanya ke anak dan cucunya, “Pulang kampung kelen kan? Udah siap tiket kelen.” Orang tua menyiapkan diri menunggu anak, menantu, dan cucunya di rumah. Seluruh bagian rumah dibersihkan, kamar dibuat jadi cantik, dinding dicat, kalau perlu ladang pun dirapihkan biar enggak apa kali. Orang tua dari suku batak biasanya menyambut lebaran dengan sangat gembira. Pulanglah anak-anaknya yang sudah bertahun-tahun hidup di rantau orang.
Orang batak tidak pelit mengeluarkan uang untuk kemajuan anak-anaknya, terutama dalam hal pendidikan. Biarpun orang tua tak pernah sekolah, tetapi anaknya dikasihnya pendidikan setinggi-tingginya. Apalagi kalau dilihatnya ada anak saudaranya sudah sukses merantau duluan, maka disuruhnya pulak, anaknya pergi agar bisa berhasil juga. Biarpun mereka bersusah payah sampai menjual kebun dan kerbau untuk menyokong pendidikan anak-anaknya. Selain demi sekolah, anak-anak batak pergi merantau dengan tujuan mencari pekerjaan.
Kalau menurut Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Medan Bungaran Antonius Simanjuntak, perpindahan orang Batak keluar kampung didorong pandangan hagabeon (sukses berketurunan), hasangapon (kehormatan), dan hamoraon (kekayaan). Tanah rantau seperti kota Jakarta menjadi tempat yang sangat menjanjikan dan lokasi petualangan bagi anak-anak dari tanah batak. “Ke Jakarta-lah kau dulu, mana tau bisa kayak si ucok itu,” orang tua biasanya menyuruh pergi dengan memberi contoh orang yang sudah berhasil mencari uang di tanah rantau.
Tidak Usah Pulang Kampung Kalau Belum Berhasil Di Perantauan
Kapan seorang anak layak untuk pulang kampung? Orang tua biasanya mengajarkan kepada anak-anaknya, “Pulanglah kau kalo sudah berhasil. Bertahanlah kau disana, kerjakan apapun yang kau bisa di sana.” Maka, anak suku batak biasanya bertahan lama dan tidak memikirkan pulang kampung dulu.
Orang batak itu ada ribuan yang sudah merantau lebih dulu, asalkan ada kenal satu orang pun, amanlah sudah. Orang yang baru pergi merantau tidak usah takut tak makan, tinggal mencari saudaranya atau orang yang dikenalnya nanti. Tinggal sementara saja dulu bersama orang satu kampung di perantauan. Bersusah dulu untuk mengejar kesuksesan.
Orang batak itu banyak saudaranya. Kalau ketemu sebut saja marga, asal kampung, dan silsilah kekerabatan. Kalau udah pas yang dicocok-cocokkan itu dan merasa punya hubungan saudara, maka pintu rumah pun terbuka lebar. Amanlah orang batak yang baru merantau buat makan sehari-hari. Kekerabatan sanagat penting bagi orang batak. Tidak hanya dari pertalian darah, tetapi dari marga dan juga dari ikatan perkawinan.
Kelak, kalau sang perantau sudah berhasil, bolehlah pulang ke kampung. Bikin bangga orang tua dan tunjukkan sama orang sekampung. Tidak bermaksud menyombongkan diri, tetapi sukses di tanah rantau bisa membuat orang batak lainnya tersengat ingin berhasil juga.
Lebaran adalah waktu yang tepat untuk pulang kampung. Pulang ke tanah kelahiran, bertemu orang tua, kerabat, dan handai tolan. Tetapi lebaran ini menjadi berbeda karena wabah COVID-19. Enggak bisalah jumpa Ayah, Opung, Nenek, Uda, Tulang, Nanguda, Nantulang, Bou, Mangboru, di kampung. Bertahan sajalah di perantauan daripada keluarga di sana yang jadi korbannya. Biar enggak jadi apa kali dan biar tak terjadi apa-apa di sana. Maaf Ayah,maaf Mamak, inda bisa au mulak tu huta.