Bebaskan Napi Korupsi Menghapus Efek Jera Pencuri Uang Negara

Menteri Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membuat keputusan membuat wacana kontroversi ingin bebaskan napi korupsi dan diprotes oleh Indonesia Coruption Watch (ICW). Setelah membuat keputusan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi. Alasannya untuk Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Cofid-19, ia juga melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun. Isinya tentang syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan agar lebih mudah mengeluarkan napi kasus korupsi dari penjara.
Tindakan tersebut langsung diprotes ICW, alasan pembebasan narapidana korupsi karena wabah Corona tidak tepat. Revisi PP 99/12 tentang narapidana kasus korupsi yang berusia 60 tahun dan menjalankan 2/3 masa pidana bisa dibebaskan dibebaskan. Tindakan tersebut harus dikritisi, ada beberapa catatan penting dari ICW bersama dengan YLBHI terkait kebijakan dari Yasonna Laoly.
Tolak Bebaskan Napi Korupsi Karena Melakukan Kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
Tindak kejahatan korupsi adalah kejahatan luar biasa yang tidak sama dengan kejahatan lainnya, akibatnya terjadi kerugian atas keuangan negara. Selain itu merusak merusak sistem demokrasi, dan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia. Tidak tepat jika Menteri Hukum dan HAM ingin melepaskan para koruptor.
Keputusan tersebut dinilai hanya mempermudah pelaku kejahatan pencurian untuk bebas dan menjauhkan efek jera. Berdasarkan Data ICW, rata-rata vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bagi pelaku korupsi sekitar 2 tahun 5 bulan penjara. Apabila bebeskan napi korupsi berhasil dilakukan, maka tidak ada efek jera untuk melakukan kejahatan tersebut.
Alasan lainnya, ICW menilai jumlah napi korupsi enggak sebanding dengan kasus kejahatan lainnya. Jumlah narapidana seluruh Indonesia 248.690 orang, sedangkan narapidana korupsi berjumlah 4.552 orang. Jadi, hanya 1.8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan.
Jadi, pemerintah diminta fokus bebaskan penjahat dari kasus narkoba atau tindak pidana umum lainnya, karena jumlahnya jauh lebih banyak dibanding korupsi. Ditegaskan kalau tidak ada kaitannya pembebasan napi korupsi bagian dari upaya pencegahan Corona. Pembebasan para koruptor justru dapat meluaskan penyebaran virus. Lapas Sukamiskin sudah tepat untuk social distancing, karena ruang sel hanya diisi oleh satu orang/ satu ruangan. Tidak dibebaskannya napi korupsi jutsru dapat mencegah penularan.
Sehingga, ICW dan YLBHI meminta kepada Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam menolak wacana Yasonna Laoly merevisi PP 99/2012. TIdak ada relevansinya keputusan tersebut dengan pencegahan penularan Corona. Selain itu, mendorong Presiden Jokowi untuk menghentikan upaya pembahasan sejumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang kontroversial. Apalagi dilakukan saat bencana nasional Corona.