Mengorbankan Anak Dalam Bom Bunuh Diri Adalah Kejahatan Luar Biasa

Mengorbankan Anak Dalam Bom Bunuh Diri Adalah Kejahatan Luar Biasa

Sepeda motor yang membonceng anak dalam bom bunuh diri melaju melambat mengarah ke pintu masuk Polrestabes Surabaya (14 mei 2018). Polisi siap siaga memeriksa, tak dinyana “boooommm”.

Suara mengejutkan itu merobohkan polisi dan sang anak terpental. Begitu baiknya, seorang polisi segera membopong anak tersebut untuk segera diselamatkan.

Pihak kepolisian merilis bahwa ledakan merupakan aksi bom bunuh diri. Hanya berseleng satu hari setelah kejadian bom terjadi pada tiga gereja di Surabaya dan di rumah susun di Sidoarjo. Ada pola yang sama dalam semua kejadian, anak-anak menjadi korban dalam renteten bom tersebut.

Tiada tindakan yang paling jahat, kecuali mengorbankan anak dalam bom bunuh diri. Anak yang semestinya disayangi dan dijaga malah termasuk menjadi kebiadaban pelaku. Aksi terorisme tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun dan melibatkan anak-anak adalah kejahatan luar biasa.

Memahami Terorisme yang Melibatkan Anak dalam Bom Bunuh Diri

Aksi terorisme sungguh berbeda dengan kasus kejahatan biasa yang pada akhir tujuannya berupa tindakan kekerasan. Terorisme jauh dari itu, Lilik Purwastuti Y, seorang Dosen Bagian Hukum Pidana Fak Hukum Univ.

Jambi menjelaskan bahwa gerakan terorisme dinilai sebagai cara masuk akal dalam kancah perseteruan politik oleh organisasi radikal. Organisasi radikal biasanya melakukan aksinya dengan alasan terhadap satu ideologi, bahkan negara yang dinilai tidak adil terhadap masyarakat tertentu.

Dibalik berbagai serangan pelaku bom bunuh diri terorisme terdapat ciri-ciri yang menunjukkan tujuan politik, menggunakan kekerasan, dan tujuan menakuti dari korban yang ditimbulkan. Selain itu, organisasi yang terlibat dalam terorisme memiliki struktur organisasi yang sulit dikenali rantai komandonya atau mempunyai struktur melalui cel system.

Sehingga tidak aneh, kalau kejadiannya di Indonesia, jaringannya pelaku bom bunuh diri bisa melibatkan ISIS di negeri nun jauh di sana.

Tujuan terorisme yang utama tentu saja menimbulkan ketakutan dan ekpos dari media. Dampak yang diinginkan pemerintah dan warga negara terintimidasi karena serangan yang mereka lakukan. Terbukti boooommmm, Se-Indonesia terkejut atas kejadian yang telah menewaskan korban yang tidak sedikit.

Dari rentetan kejadian di Surabaya, kejahatan terorisme tersebut melibatkan dan mengorbankan anak-anak yang usianya di duga dibawah 10 tahun. Pola yang biasanya dipakai di negeri penuh konflik sudah digunakan di Indonesia.\r\n

Melindungi Anak dalam Pelaku Bom Bunuh Diri dan Mereka Adalah Korban

Selanjutnya Lilik Purwastuti menjelaskan, anak-anak dikorbankan dalam kejahatan terorisme karena kondisi kejiwaan yang labil membuat sangat mudah dipengaruhi.

Pihak musuh takkan menduga kalau anak ingusan melakukan kejahatan, penggerak aksi teror sadar betul kontsruksi hukum tidak mamasukkan anak dibawah 18 tahun sebagai subyek hukum.

Secara hukum pelaku bom bunuh diri anak yang terlibat dalam tindakan terorisme adalah korban yang tidak bisa dituntut, termasuk dalam pengadilan HAM. Undang-undang peradilan mengatur kejahatan dengan ancaman pidana mati, anak-anak menerima maksimal hukuman lamanya 10 tahun.

Konstruksi hukum tersebut menunjukkan kalau anak merupakan tidak bisa dijatuhi hukuman yang sama dengan orang dewasa dan mereka bukan sebagai pelaku kejahatan.

Sehingga, anak-anak tidak bisa diperlakukan sama seperti orang dewasa dari mata hukum sebagai pelaku terorisme. Bagaimana pun anak-anak yang terlibat dalam terorisme adalah korban kejahatan dari tindakan orang tua. Anak-anak harus dilindungi menjadi korban kejahatan terorisme.

Baca juga :

Berkunjung ke Pemandian Air Panas Cisolok Sukabumi Saja!

Berlibur ke Tempat Wisata Surabaya ini Saja!

Sabumi Volunteer Sangat Bersedih Atas Anak yang Menjadi Korban Terorisme di Surabaya

Kita tentu mengelus dada ketika anak-anak meregang nyawa dari kasus bom bunuh diri. Semua bersedih atas nasib mereka yang nahas karena menjadi korban kejahatan terorisme. Orang tua mana tak berduka melihat anaknya meninggal hanya hitungan detik.

Begitu pula, Sabumi Volunteer yang konsen terhadap dunia literasi dan dukungan Pendidikan Anak-Anak di Sukabumi sangat bersedih atas meninggalkanya puluhan korban di Surabaya dan Sidoarjo.

Apalagi kejadiannya melibatkan anak sebagai pelaku bom bunuh diri. Kami menilai terorisme yang mengorbankan anak tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Kejahatan luar biasa ini harus dihentikan dan percaya kepada negara melalui institusi kepolisian untuk mengangkap pelaku terror.

Anak harus dilindungi dan jangan biarkan menjadi korban kejahatan dari pemikiran dan tindakan orang tuanya. Anak harus sama-sama kita lindungi dan cintai bersama-sama. Jangan ada lagi korban anak dalam kejahatan luar biasa ini.

Duka yang Dalam untuk Anak-Anak Korban Terorisme

Dari Sabumi Volunteer

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *