Ungkapan Rasa Syukur Setelah Memberikan yang Kita Miliki

Ungkapan rasa syukur itu muncul setelah memberikan semua yang dimiliki. Saya pernah mengalami dalam satu fase kehidupan ‘pegang’ duit hanya Rp 50rb. Jumlah tersebut seperti luar biasa banyaknya. Dari bergelimpangan harta trus ‘nyungsep’ sampai hampir enggak punya apa-apa dalam waktu cukup lama selama bertahun-tahun. Jadi, dapat duit Rp50rb itu seperti ‘menambah nyawa’ rasanya.
Nah, suatu hari malah ada hasil uang 500rb!Kebayang khan bagaimana rasanya? Ada seseorang meminta bantuan untuk menjual kopi nya satu Truk dan memberi saya tip Rp 1 juta sebagai ucapan terima kasih.
Saat saya menerima uang Rp 1 juta tersebut. Kok kebetulan di rumah saya ada seorang Sahabat yang sampe nangis-nangis menceritakan kesusahannya. Jadi spontan saya berikan uang Rp500rb kepadanya untuk meringankan beban hidupnya. Dia dapat Rp 500rb, saya pegang Rp 500rb. Dia menangis lagi, saya ikut menangis.
Kembali ke uang Rp 500rb. Di dada ini sudah langsung dipenuhi rancangan untuk menggunakan uang tersebut. Uang sisa Rp 500rb ini masih sangat banyak sekali buat saya. Nanti uangnya mau buat ini mau buat itu dan lain-lain. Wah, membayangkannya saja sudah nikmat begini. Berasa bergelimangan harta lagi. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?
Wujud Ungkapan Rasa Syukur Setelah Memberi yang Kita Sayangi

Selain Sahabat saya tadi, sepengetahuan saya tidak ada satu pun orang lain yang tahu saat menerima uang hadiah tersebut. Sore harinya, saya diminta untuk menyopiri Guru saya yang sedang berkunjung ke Bandar Lampung. Bersama kami, turut serta beberapa Sahabat yang ikut dalam satu mobil yang sama.
Di tengah perjalanan, tetiba Guru saya meminta saya mampir ke Indomaret Pringsewu. Kami semua diajak turun dari mobil dan masuk ke Indomaret tersebut. Guru saya bilang ke semua Sahabat, “Ayoo silahkan belanja apa keperluannya. Ada yang lagi dapet rejeki nomplok dari uang kopi.”
Deeeggghhh…itu khan gua…!!! (dalam hati aja tapi). Lalu, semua Sahabat mengambil kebutuhannya. Ada yang rokok, snack, minuman, dll. Saat di Kasir, Guru saya bilang ke saya, “Monggo diselesaikan Dhie. Kecium wangi kopi tadi di Mobil. Total pembayaran Rp 480rb.
Saat mobil jalan kembali, Guru saya bertanya kepada saya, “habis uangnya, dhie?” Saya menjawabnya ngamblang, “Sisa 20.000,- Bib.”
Ditanya lagi, “Kamu seneng ngeliat Sahabat kamu senang?” Saya jawab cepat, “Senang, Bib.” Beliau berkata lagi, “Ohh yo wis kalo begitu. ALHAMDULILLAH. Uang yang habis bisa didapat lagi, Dhie. Barang siapa yang membahagiakan orang lain, ALLAH PASTI akan membahagiakannya juga… ayo BISMILLAH.”
Jujur saja, waktu mengalaminya. 1001 rasa berkecamuk di dalam dada. Semua rencana langsung saya Tip-Exx. Saya hapus.
Namun kesini-kesini. Saya bisa menceritakan ulang Kisah ini sambil tertawa-tawa bahagia. Walau kadang ada Airmata juga. Makin kesini-sini, saya sering ‘digituin’ oleh Guru saya. Beliau sedang mendidik saya.
Kisah ini saya ceritakan ulang pasca habis membagikan sebagian besar Koleksi Bonsai Kesayangan saya. Semua Bonsai itu saya rawat bertahun-tahun dengan penuh Kasih Sayang dan Cinta Kasih. Pagi-siang-sore selalu berkeliling memeriksa satu persatu ratusan Bonsai Kesayangan.
Belajar dari 1001 Rasa yang Berkecamuk
Saat lagi sayang-sayangnya trus dibagikan kepada orang lain. Mau tau rasanya? Mirip kayak kisah di atas. 1001 rasa berkecamuk. Namun ada satu hal: Saya percaya pada Guru saya. Lagian saya menyaksikan sendiri bahwa Beliau selalu mempraktekkan dalam kesehariannya. Gak cuman ngomong doang.
Saya akan terus belajar, belajar lagi, belajar terus, sampai terbiasa. Sampai suatu saat bisa melakukannya. Bukan lagi 1001 rasa yang yang muncul, tapi cukup satu rasa: Rasa SYUKUR. Paling nggak, walaupun masih muncul 1001 rasa yang berkecamuk. Setidaknya Ungkapan Rasa SYUKUR adalah Rasa yang paling besar, itu aja udah ALHAMDULILLAH.
Hatur Nuhun, Gusti. Matur sembah nuwun, Abah. Begitu juga Matur sembah nuwun, Habib.
Ditulis oleh: Adhie Lam