Kekerasan Seksual Anak Perempuan yang Sangat mengkhawatirkan

Kekerasan seksual anak perempuan dibuktikan dari Kasus perkosaan oleh Ayah dan dua orang saudara kandung di Lampung dan begitu memprihatinkan. Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) membuat Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2018 menunjukkan jenis dan jumlah yang sangat tinggi pada ranah personal.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menunjukkan angka angka 71% (9.609), diantaranya terjadi kekerasan seksual. Sedangkan Kekerasasan Dalam Ranah komunitas/ publik menunjukkan angka 26% (3.528) dan ranah negara dengan persentase 1,8% (217). Dari ketiga jenis kasus kekerasan terhadap perempuan (ranah personal (KDRT), ranah publik, dan ranah negara), kasus ranah persoal menunjukkan angka paling tinggi. Hal tersebut menunjukkan betapa rentannya posisi perempuan dalm rumah tangga.
Kekerasan Seksual Anak Perempuan oleh Orang Tua dan Saudara Kandung Menunjukkan Rumah Tangga Bukan Tempat yang Aman
Kasus kekerasan seksual anak perempuan yang dilakukan oleh orang tua dan saudara kandung harus menjadi perhatian khusus. Karena orang-orang terdekat yang harusnya menjadi pelindung, malah menjadi pelaku yang membuat perempuan kandung menjadi korban atau pihak yang paling tidak aman dalam rumah tangga.
Komnas perempuan pun membuktikan berbagai kasus kekerasan di ranah rumah tangga/ relasi personal menjadi ruang yang tidak aman bagi perempuan. Berikut jenis dan angka kasus kekerasan dalam ranah personal.
- Kekerasan terhadap istri (KTI): 5.167 kasus (54%).
- Kasus Kekerasan dalam pacaran: 1.873 kasus (19%).
- Kekerasan terhadap anak perempuan: 2.227 kasus (23%)
- Sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Di Antara kasus yang paling menyedihkan kasus kekerasan perempuan adalah anak permepuan mengalami kekerasan seksual. Data mununjukkan angka mengkhawatirkan kasus kekerasan anak perempuan adalah kasus incest sebesar 1.210. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak perempuan adalah ayah kandung sebesar 425 kasus.
Sialnya tren kejahatan seksual dengan kasus incest dengan pelaku ayah kandung semakin meningkat. Persoalannya ancaman hukuman penjara bahkan kebiri tidak membuat kasus kekerasan terhadap anak perempuan berkurang. Bahkan, kasusnya hanya muncul dipermukaan dan menguap begitu saja tanpa ada upaya pencegahan penanganan kasus untuk jangka panjang.
Kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga acapkali tidak terdengar, karena budaya yang menyudutkan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab. Padahal perempuan adalah korban dari kasus kekerasan seksual. Perempuan disalahkan, dibully, bahkan kasusnya kerap ditutupi dengan alasan membuat malu keluarga.
Sementara pelakunya sang Ayah dan pelaku lainnya saudara kandung jarang dibicarakan. Begitu pula dengan pemberitaan yang justru mengangkan kasus dari sisi korban perempuan. Tidak menguak dan menunjukkan sosok dan latar belakang pelaku kekerasan seksual terhadap anak atau saudara kandungnya sendiri.
Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Peratian Perlu Lebih Diperhatikan
Catatan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan memaparkan angka kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) lebih tinggi. Jika tahun 2016 terjadi 1.799 kasus, maka tahun 2017 terjadi 2,227 kasus. Munculnya angka kekerasan terhadap anak perempuan yang tinggi sepatutnya menjadi lebih diperhatikan. Rumah tangga menjadi tempat yang tidak aman bagi anak perempuan, karena mereka menjadi korban kasus kekerasan seksual.
Pemerintah harus membuka ruang dan memberikan sosialisasi bahwa kasus kekerasan terhadap anak harus dilaporkan. Masyarakat harus diberitahu untuk berani melaporkan ketika ada anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual kepada pihak kepolisian. Agar anak perempuan korban kekerasan seksual mendapatkan pendampingan dan perlindungan.
Persoalannya adalah masyarakat sering juga bingung bagaimana menanggapi kasus yang membuat anak perempuan menderita secara fisik dan psikis. Maka, perlu kerjasama berbagai pihak untuk membangun kesadaran tentang kasus kekerasan seksual terhadap anak bukan kasus yang biasa-biasa saja.