Sunat untuk Bayi Perempuan Harus Dicegah, Jangan Mau Jika Bidan Mau Menyunat Anak Anda

Sunat untuk Bayi Perempuan sepertinya terus diupayakan untuk dicegah oleh pemerintah melalui KEMEN PPPA. Hal itu sesuai dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Ditulisankan dalam tujuan 5.3 yaitu: “menghapuskan semua praktik berbahaya bagi kaum wanita, antara lain perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.
Oleh karena itu itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Bintang Puspayoga mengajak kerjasama multi pihak seperti lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, media massa.
Strategi yang bisa dilaksanakan adalah melakukan pendataan, pendidikan publik, advokasi kebijakan, dan saling komunikasi antar stakeholder. Sehingga, dapat melakukan Pencegahan Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) lebih efektif.
Sunat untuk Bayi Perempuan Masalah Serius di Indonesia
Tahukah kamu, Sunat sunat perempuan ternyata menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan sangat diperhatikan dunia internasional. Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Kementerian Kesehatan pada 2013, membuktikan ada 51,2 persen anak perempuan berusia 0-11 tahun disunat.
Adapun kelompok usia sunat perempuan yaitu 72,4 persen anak berusia 1-5 bulan. Provinsi Gorontalo menjadi wilayah yang melakukan praktik sunat perempuan tertinggi 83,7 persen.
Menteri Bintang menjelaskan bahwa sunat perempuan terjadi sangat kompleks di Indonesia. Apalagi berjalannya nilai-nilai sosial secara dari nenek ke cucu. Padahal, dampaknya bisa dikatakan merugikan kaum perempuan. Tidak ada pula bukti manfaat secara ilmiah.
Sunat perempuan adalah ancaman bagi kesehatan reproduksi, serta menjadi bentuk kekerasan berbasis gender. Adapula pelanggaran terhadap hak asasi manusia jika melakukannya. Pernyataan itu dikuatkan oleh Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Maria Ulfah Anshor. Ia menegaskan bahwa sunat perempuan adalah bentuk pelanggaran HAM.
Sunat perempuan adalah bentuk pembiaran melukai tubuh perempuan. Padahal, tidak bermanfaat dan tanpa dasar yang jelas dari sisi ajaran agama. Sunat perempuan adalah tindakan pelanggaran atas hak perempuan karena melukai anggota tubuh dengan rasa sakit dan dampaknya jangka panjang.
Upaya Pencegahan Sunat Perempuan Harus Dilakukan
Komnas Perempuan melakukan upaya mencegah praktik sunat perempuan dengan bukti penelitian kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, sebagai tindakan pencegahan, praktik sunat perempuan dimasukkan menjadi indikator kota/kabupaten layak anak (KLA). Jadi, terdapat aksi pencegahan yang terstruktur oleh pemerintah daerah.
Direktur Pusat Pendidikan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan, RAHIMA, Pera Soparianti juga memaparkan bahwa sunat perempuan bukan tradisi Islam. Justru, datang jauh sebelum adanya agama Islam. Klaim adanya hadis-hadis sebagai sumber hukum pelaksanaan sunat perempuan adalah dhaif (hadis lemah). Tidak bisa dijadikan sumber hukum.
Tradisi dan adat kebiasaan itu bisa dihilangkan, apabila jika ditemukan dhoror (sesuatu membahayakan). Musyawarah Ulama Pesantren melalui Risalah Bogor juga menyatakan sunat perempuan memiliki hukum mubah. Tetapi, jika berdampak mudhahrot atau berbahaya bagi kesehatan akan menjadi haram.
Sunat perempuan tidak bermanfaat dan bisa sangat berbahaya. Dampaknya bisa terjadi risiko pendarahan, infeksi saluran kencing, gangguan hubungan seksual, hingga meninggal dunia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga pernah menyatakan sunat untuk bayai perempuan tidak memiliki bermanfaat dari aspek kesehatan.