Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Pada Masa Pandemi, Laporkan!

Korban kekerasan perempuan dan anak masa Pandemi COVID-19 bisa melaporkan kasusnya. Kondisi saat ini memang tidak mudah dan dapat memicu kekerasan rumah tangga. Tidak terbayangkan peningkatan kasus kekerasan di dalam rumah tangga tetapi tidak terdeteksi dan tidak pula dilaporkan.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan bahwa wabah corona berdampak pada masalah ekonomi dan tekanan sosial. Sehingga mendorong terjadinya semakin banyak tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Tidak hanya di Indonesia, kejadiannya dialami hampir semua negara.
Tahukah kamu, LBH Apik (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) menjelaskan jumlah laporan tindak kekerasan terjadi adalah adalah 66 setiap bulan di Indonesia. Jumlah tersebut naik cukup signifikan pada pertengahan Maret sampai pertengahan April 2020, terjadi 97 kasus kekerasan.
PBB Meminta Pemerintah Memperhatikan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak-Anak Pada Masa Pandemi COVID-19
Oleh sebab itu, Sekjen PBB António Guterres meminta pemerintah memperhatikan keselamatan perempuan dan anak-anak menjadi prioritas. Tidak hanya soal membasmi virus corona, namun harus melihat dampak sosial dan ekobomi yang terjadi yang berakibat terjadi kekerasan rumah tangga.
Apalagi, para peneliti menguraikan risiko kekerasan rumah tangga semakin meningkat dan korban perempuan mengalami kesulitan mencari pertolongan. Peningkatan terjadi karena semua anggota keluarga berkumpul dan menghabiskan waktu berkumpul bersama. Sehingga, terjadi tekanan mental dan didorong ancaman kehilangan pekerjaan atau pemasukan.
Beberap hal yang perlu diperhatikan menjadi penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, sebagai berikut:
- Perempuan mempunyai kontak yang terbatas terhadap keluarga atau teman yang bisa memberi perlindungan dari kekerasan.
- Beban pekerjaan perempuan di rumah semakin bertambah. Apalagi, sekolah ditutup membuat anak-anak harus belajar di rumah. Hal tersebut menambah tekanan pada perempuan yang wajib mengajar anak-anak mereka.
- Kehilangan pekerjaan membuat tidak ada pemasukan. Perempuan tidak bisa bekerja dan tidak diberikan nafkah oleh suami. Dampaknya keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dan layanan dasar yang memicu tekanan mental, konflik dan kekerasan. Perempuan memiliki risiko yang tinggi karena tergangung secara ekonomi dari suaminya.
- Gerak perempuan dan anak-anak semakin terbatas dengan adanya pembatasan-pembatasan selama masa pandemi COVID-19. Sehingga, tidak memiliki celah mencari pertolongan ketika terjadi kekerasan rumah tangga.
- Pelaku mengontrol dan manghalangi jika ingin bercerita tentang kekerasan rumah tangga yang terjadi.
Dampak Kekerasan Mempengaruhi Mental dan Emosional Anak-Anak
Anak-anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan terpengaruh jangka panjang. Dampaknya bisa merusak mental dan emosional anak-anak. Anak-anak akan merekam kejadian yang dialami dan akan selalu mengingatnya.
Kekerasan terhadap anak-anak dapat membuat mereka kesulitan bersekolah, sulit bergaul, depresi, dan masalah lainnya. Sementara, mereka kesulitan melindungi diri mereka sendiri. Kejadian kekerasan yang kerap tak disadari adalah anak-anak sering dimarahi ketika belajar.
Padahal, mereka membutuhkan bantuan orangtua ketika belajar dari rumah. Sekaligus bingung kenapa sekolah terus ditutup, tetapi melihat banyak orang dewasa bebas berkegiatan di luar rumah.
Catatan Penting: Jika Anda Mengetahui Seseorang Atau Anak-Anak membutuhkan perlindungan dan dukungan, silakan hubungi nomor telepon, email, dan pelayanan di bawah ini. Komnas Perempuan – 021 390 3922 Email: petugaspengaduan@komnasperempuan.go.id LBH Apik WhatsApp – 0813 8882 2669 (pukul 09:00-21:00 WIB) P2TP2A DKI Jakarta Hotline – 112 Pelayanan Sosial Anak (TePSA) – 1 500 771