Relawan Trashbag Community: Mau Sampai Kapan Memungut Sampah di Gunung?

Relawan Trashbag Community: Mau Sampai Kapan Memungut Sampah di Gunung?

Relawan Trashbag Community berkumpul dan selalu ada pertanyaan menggelitik, “mau sampai kapan terus berdiri dan memungut sampah di gunung?” Sebelum menemukan jawabanya, mari mengulas sedikit sejarah munculnya Trashbag Community ini. Ceritanya pada tanggal 11 November 2011, sekelompok pemuda di salah satu daerah di Indonesia gelisah karena terjadi pencemaran di tempat bermain mereka. Bukan di mall, bukan cafe, bukan pula lapangan futsal, melainkan di gunung.

Ada begitu banyak sampah. Padahal mereka ingin menikmani semesta yang bersih nan indah. Menyingkir sejenak dari keramaian. Namun apa daya, begitu banyak orang yang mengaku sebagai pecinta alam malah mengotori tempat bermain mereka dengan sampah bekas perbekalan naik gunung.

Datang dalam keadaan bersih dan pulang mengotori membuat sampah di gunung semakin banyak. Karena menyadari kondisi tersebut, sekolompok pemuda tadi mulai berpikir masalah sampah di gunung tak bisa dibiarkan dan membentuk sebuah komunitas dengan nama Trashbag Community. Mereka ingin bergerak dan berkampanye dan berkomitmen bahwa Gunung Bukan Tempat Sampah.

Relawan Trashbag Community Tidak Sekedar Memungut Sampah Di Gunung

Ngomong-ngomong kenapa namanya Trashbag? Bukan karung saja yang bahannya lebih kuat. Trashbag kan cepat sobek? Pertanyaan tersebut sering terdengar dari banyak orang. Nama Trashbag dipilih karena identik dengan kantong sampah, berbeda dengan karung dan gampang diingat sama semua orang. Seiring waktu berlalu, tepat pada hari minggu, 11 November 2018, Trashbag Community merayakan 7 tahun kerja keras bersama menyuarakan tentang Gunung Bukan Tempat Sampah ke seluruh pelosok nusantara.

Para relawan mengadakan ulang tahun sekaligus bersilaturahmi. Relawan yang hadir dari para anggota, simpatisan, Sispala, Mapala dan seluruh elemen masyarakat. Acara kegiatan diadakan di lokasi wisata outbound Desaku Banyumas, Purwokerto. Mereka hadir seantero jagat raya Indonesia, antara lain dari Lombok, Pontianak, Padang, Bogor, Jakrta, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sukabumi. Catat ya orang yang hadir dari Sukabumi itu kebetulan saya sendiri. Hehehe.

Di acara tersebut juga Trashbag Community menjual berbagai produk berupa botol minuman portable, baju event TC ataupun baju regular TC, sticker, dan rain cover untuk tas. 100% dari hasil penjualan barang-barang tersebut digunakan untuk membeli logistic, seperti trasbhag dan sablon trasbhag untuk sodara-sodara TC yang akan melakukan aksinya di gunung.

Acara ini sangat menyenangkan karena dihadiri banyak orang yang peduli tentang lingkungan. Tidak lupa pula, sesama peserta yang hadir sharing tentang masalah yang mereka hadapi di daerah masing-masing. Sekaligus berbagi ilmu tentang konservasi, dasar pendakian, dan membahas hal yang tidak boleh dilakukan ataupun dibawa waktu pendakian. Lalu, apa yang akan dilakukan selanjutnya?

Beraksi dan Berkontribusi Sebagai Temah untuk Langkah Pergerakan Selanjutnya

Pada tahun yang ke-7, Trashbag Community mengambil tema pergerakan “Beraksi dan Berkontribusi” untuk tema pergerakan satu tahun kedepan. Maknanya, kita harus mengubah pola beraksi dengan metode berani melawan keras kepada para pendaki yang masih membuang sampah bekas makanan pribadinya. Berkontribusi memiliki makna mengubah perilaku yang berdampak pada lingkungan, agar menjadi contoh untuk orang-orang di sekitar kita.

Dari pembicaraan pada hari itu, ada pertanyaan yang sangat sederhana yang cukup menggelitik, “Sampai kapan TC akan Berdiri???” Pertanyaan itu keluar dari salah satu pembina TC Semarang yaitu om Babi (Nama tren yang ada filosofinya). Kalau menurut saya, “Kalau TC masih ada berarti sampah-sampah di gunung masih tetap banyak? Sehingga tujuan kita belum berhasil? Padahal kita bukan pemulung. Para pendaki juga bukan anak kecil dan mampu berpikir dampak sampah pada lingkungan atau habitat hewan sekitar?”

Pertanyaan tersebut menjadi PR tersendiri untuk TC seluruh Indonesia. Sampai kapan kita terus ada? Sehingga, TC diharapkan memiliki target supaya tujuan menjadikan gunung seluruh Indonesia bersih dari sampah segera tercapai. Dari TC Surabaya bernama Mba Lola berbagi tentang ilmu konservasi dasar dan juga berkampanye untuk melawan pemakaian bahan plastic. Kenapa oh kenapa? Karena 90% sampah di gunung berbahan plastik bekas bungkus makanan.

Perempuan mungil nan cantik ini memberikan beberapa tips supaya kita bisa menggunakan alat portable untuk packing logistic. Contoh, roti dikeluarin dari plastiknya dan dipindahkan ke wadah. Sedotan sekali pakai bisa pake sedotan portable dari stainless. Tahukah Anda bahwa setiap orang berpotensi menyumbangkan sampahnya setidaknya 0,5 ons perhari.

Hitung deh, jika 1000 orang setiap weekend saja dikalikan setahun, maka gunung-gunung di Indonesia akan menjadi wadah tumpukan sampah para pendaki. Tentunya bukan hal yang kita inginkan. Soalnya ada banyak persoalan yang akan terus muncul ke permukaan berkaitan pergerakan Trashbag Community.

Mengevaluasi Pergerakan dan Membangun Kesadaran Para Pendaki Tentang Sampah di Gunung

Diskusi Bersama Trashbag Community : pembicaraan pada hari itu, ada pertanyaan yang sangat sederhana yang cukup menggelitik, “Sampai kapan TC akan Berdiri?” Di momen ini, peserta yang hadir juga juga mengulas semua kegiatan yang pernah dilakukan selama 7 tahun ini. Kita mengevaluasi apa yang sebenarnya menjadi kendala dalam pergerakan ini.

Semua sepakat bahwa kendalanya cuma satu, yaitu minimnya kesadaran pendaki tentang bahaya sampah. Sehingga kegiatan TC bukan lagi memungut sampah di gunung, melainkan mencari cara menyadarkan para pendaki yang masih membuang sampah. Enggak peduli dia pendaki senior atau junior. Satu lagi perkataan Om Babi yang akan selalu di ingat, TC itu terlahir dari orang yang sepakat untuk tidak sepakat? Hayo apa maksudnya. Hahaha.

Kita sepakat bahwa tidak sepakat gunung adalah tempat sampah. Gunung Bukan Tempat Sampah. Sepakat kan hehe. Pernyataan tersebut yang menjadikan TC itu idealis. Kita bukan hobi memungut sampah di gunung ataupun sampah orang lain. Sekali lagi bukan. Kita tidak mau tempat bermain yang indah menjadi kotor oleh sampah.

Pada Akhirnya, di momen 7 tahun ini, semoga semua anggota Relawan Trashbag Community dari Sabang sampai Merauoke tetap solid. Kita akan tetap lantang menyuarakan bahwa Gunung bukan Tempat Sampah dan akan terus di kampanyekan sampai gunung dan hutan di Indonesia bebas dari sampah. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum TC @zheakie (itu nama IG nya) Kalo kalian pengen tanya-tanya langsung.

Relawan Trashbag Community Tetap Konsisten Berkampanye Bahwa Gunung Bukan Tempat Sampah

Saya pribadi mengapresiasi keluarga besar TC yang terus konsisten berkampanye dan bergerak untuk menyuarakan “Gunung Bukan Tempat Sampah” hingga di tahun ke-7 ini. Selamat ulang tahun Trasbhag Community yang ke-7. Semoga semua visi dan misi yang selama ini disuarakan akan tercapai secepat-cepatnya. Garis besar yang bisa diambil dari acara tersebut adalah cara apapun kita bisa menyampaikan kepada semua masyarakat bahwa kerusakan alam semesta, gunung, daratan, dan lautan karena manusia.

Kita harus sadar dengan tingkah dan perilaku sendiri dengan cara menjaga dan melestarikan alam sekitar. Jangan buang sampah sembarangan dan mengurangi pemakaian barang menjadi beban bagi lingkugan. Banyaklah membaca buku tentang kelestrian alam sekitar, agar kita menyadari tentang bahaya sampah di gunung, di darat, maupun di laut.

Mari Beraksi Dan Berkontribusi

Salam angkut….??? Angkut,,,angkut,,,angkuttt

Ditulis oleh Toed Sabumi

Dari TC Sukabumi/ Sabumi Volunteer

Baca juga : Bagaimana Dampak Pekerjaan Rumah Bagi Anak-anak?

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *