Berhasil Menemukan Obat COVID-19 Tidak Sekonyong-Konyong Menjadi Profesor

Prof Sutikno, Anggota Tim Penilai PAK Dosen Dikti, Kemendikbud menjelaskan bahwa menjadi profesor adalah jabatan fungsional akademik tertinggi untuk dosen. Seorang dosen yang sungguh-sungguh bekerja menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai kewenangannya dapat menduduki posisi tersebut.
Menurut UU Dikti No. 12 tahun 2012 menyebutkan tugas dosen menjalankan tridarma perguruan tinggi, yaitu pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Jika dikerjakan dengan baik sesuai perencanaan masing-masing dosen nanti akan menduduki jabatan fungsional tertinggi, yaitu profesor.
Adapun Syarat menjadi profesor, antara lain:
- Syarat akademik yaitu kecukupan angka kredit yang harus dipenuhi. Minimal untuk menduduki jenjang jabatan professor 850 kredit.
- Memiliki karya ilmiah. Di Indonesia masih ukuran masih mungkin dicapai dosen-dosen. Karyanya berupa artikel di Jurnal Internasional bereputasi.
- Memenuhi persyaratan administrasi penilaian kinerja dan integritas yang baik. Perguruan tinggi pengusul minimal memiliki akreditasi B atau Prodi B.
Setelah itu akan dinilai oleh tim kelayakannya secara akademik memenuhi atau tidak. Dosen merupakan profesi yang memiliki tugas fungsi pokok. Profesor itu bukan gelar, tetapi jabatan akademik tertinggi. Jadi, harus melalui proses yang memenuhi syarat di atas dan memiliki kewajiban mendidik.
Profesor bukan jabatan yang diberikan begitu saja. Sedangkan, banyak orang Indonesia ingin memiliki gelar, bahkan sampai meninggal pun ingin ditulis di nisan.
Selain dosen, peneliti juga bisa memiliki jabatan professor. Apabila orang melakukan penelitian akan mendapatkan perhitungan kredit, sehingga akan menjadi guru besar. Penelitian yang memiliki kredit sesuai dengan rincian peraturan Menteri ARB No. 17 Tahun 2013.
Tidak Cukup Menjadi Profesor Menemukan Obat COVID-19 Membutuhkan Waktu yang Panjang
Menurut Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Prof. Ali Gufron Mukti, M.Sc., Ph.D, proses penemuan obat COVID-19 membutuhkan waktu yang panjang. Ada bermacam prosedur yang harus dilaksanakan para penelitinya.
Alasannya menemukan obat menyangkut keamanan hidup masyarakat. Apabila salah diteliti maka bisa menjadi racun dan berbahaya. Proses pertama penelitian adalah melakukan presentasi kepada kolega agar bisa didiskusikan bersama tentang kelayakannya. Penelitian harus membuat proposal lebih dulu dan harus lebih lulus uji etika oleh Komite Etik.
Jadi, seseorang tidak bisa menyatakan telah menemukan obat tanpa prosedur penelitian. Selama ini, peneliti dan dosen di Indonesia sudah membuat lebih dari 60 inovasi. Dari robot perawat, rapid test kit dan lain sebagainya. PCR juga tidak diimpor, melainkan sudah dihasilkan oleh peneliti dari dalam negeri. Bahkan, ada mobile laboratory sebagai bentuk laboratorium yang dapat dibawa ke tengah masyarakat.