Mengenal Tiga Tokoh Pendidikan Perempuan Inspiratif Indonesia

Mengenal Tiga Tokoh Pendidikan Perempuan Inspiratif Indonesia

Ada begitu banyak tokoh pendidikan perempuan inspiratif Indonesia yang bergerak berbagi pengetahuan dengan caranya masing-masing.

Para perempuan yang mencoba mendobrak tataran baku pengajaran dunia pendidikan dengan membuat metode berbeda sesuai latar belakang kondisi tempat menyebarkan pengetahuan mereka.

Sabumiku.com mencoba merangkum kegiatan pendidikan yang didirikan oleh tiga orang perempuan yang memiliki cara sendiri untuk menyebarkan pengetahuan. Siapa saja mereka dan bagaimana praktik pendidikan yang mereka tawarkan, berikut ulasannya.

Butet Manurung Tokoh Pendidikan Perempuan Inspiratif dengan Mendirikan Sokola Rimba

Nama sebenarnya adalah Saur Marlina Manurung dan lebih di kenal sebagai Butet Manurung. Pergerakannya di dunia pendidikan dimulai dari suku Anak Dalam di Jambi. Setelah malang melintang dan mengenal komunitas adat suku Anak Dalam, dia melihat terdapat persoalan yang diubah kondisinya disana.

Butet Manurung sebagai tokoh pendidikan perempuan pun merintis Sokola Rimba bagi komunitas adat tersebut. Dari Sokola Rimba, Butet Manurung mengajarkan baca-tulis kepada anak-anak di sana. Upaya pendidikan alternative tersebut tokoh pendidikan perempuan inspiratif tersebut mengetahui dampak persoalan dari minimnya literasi. Orang Rimba menjadi mudah ditipu oleh pendatang atau orang asing (orang yang berasal dari luar suku).

Fakta tersebut membutnya ingin suku Anak Dalam tidak buta literasi. Untuk menjawab persoalan yang terjadi, Butet Manurung menambahkan isu konservasi lingkungan, hutan adat. Hingga hak asasi manusia menyangkut hak masyarakat adat.

Orang-orang dari suku anak dalam diajarkan melindungi diri ketika terjadi perebutan hutan dari orang asing. Apalagi perebutan lahan akan menebang hutan adat tempat tinggal dan membuat mereka terusir dari tanah kelahirannya sendiri.

Perampas lahan adalah pihak yang terus menggerus lahan hutan dengan memanfaatkan ketidaktahuan suku Suku Anak Dalam. Sehingga, Butet Manurung pun terus mengajarkan baca-tilis, agar mereka bisa mengerti bentuk perjanjian, proses jual-beli, hingga penentuan tapal batas hutan adat.

Ibu Guru kembar Sri Rossyati dan Sri Irianingsih Menebar Pengetahuan di Kolong Jembatan

Dua tokoh pendidikan perempuan dilahirkan hanya beda 5 menit lahir dalam keluarga yang mampu. Sehingga, mereka bisa dapat bersekolah di swasta yang bagus. Tetapi, mereka melihat terdapat kondisi timpang dalam dunia pendidikan yang membuat mereka justru terusik. Mereka melihat terdapat perbedaan kondisi dalam dunia pendidikan.

Lalu, Rossy pertama kali mencoba untuk berbuat dengan mendirikan Sekolah Darurat Kartini untuk keluarga tak mampu pada tahun 1990. Mereka membuat sekolah darurat di lahan tempat pembuangan sampah di bilangan utara Jakarta. Tempat anak-anak sering mencari sampah dan sisa makanan yang dibuang.

Mereka senang sekali bisa berbagi ilmu kepada anak-anak yang memang sangat membutuhkan. Kendala utama ada lokasi yang tidak tetap, karena lahan bukan milik sendiri. Bahkan tempat sampah sudah berubah menjadi mall. Sehingga sering berpindah tempat. Rossy semakin bersemangat terjun demi pendidikan anak tak mampu ketika kembarannya Rian bergabung tahun 1996.

Mereka melakukan survey untuk mengetahui kondisi anak-anak jalanan yang lepas dari dunia pendidikan. Hasilnya? Banyak sekali anak jalanan tinggal di kolong jembatan kawasan ancol.dan mereka pun mengajak anak-anak mau menjadi murid sekolah kartini.

Setelah 28 tahu sekolah gratis berjalan, kedua Tokoh pendidikan perempuan inspiratif tetap ingin sekolah untuk keluarga miskin terus berjalan. Bagi mereka, Sekolah Kartini sebagai bentuk nyata kontribusi meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia.

Sekolah SALAM Pendidikan Berbasis Riset yang Didirikan oleh Sri Wahyaningsih

Sri Wahyaningsih sebagai tokoh pendidikan perempuan menilai pengajaran di sekolah formal seperti kotak yang membasis eksplorasi, siswa terpaksa memenuhi beban, dan menerma ilmu yang tidak dibutuhkan.

Kegundahan terhadap kondisi pendidikan tersebut, dia jawab dengan mendirikan pendidikan alternative bernama SALAM pada tahun 2000. Anak-anak harus mengikuti 8-10 pelajaran berbasi riset.

Anak diminta memiliki topik dan mengembangkan risetnya dengan paduan pengetahuan lainnya. Riset membuat anak-anak mampu berpikir kritis sekaligus mencari solusinya.

Secara bertahap, sekolah terus berkembang, dari mendirikan PAUD tahun 2004 dan TK tahun 2006. Lalu Jenjang Sekolah Dasar (SD) mulai dibangun tahun 2008 dan selanjutnya tingkat SMP tahun 2011. Setelah itu, orang tua meminta didirikan tingkat SMA pada tahun 2017.

SALAM merupakan bentuk lembaga pendidikan kategori Pendampingan Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) dan merupakan sekolah non-formal yang masih dinaungi di bawah Dinas Pendidikan.

Untuk mengikuti aturan pemerintah secara legalitas dan birokrasi, siswa mengikuti ujian Kejar Paket, sehingga tingga pendidikan setara dengan pendidikan formal.

Sebagai pendiri Sekolah Salam, Tokoh pendidikan perempuan inspiritif Sri Wahyaningsih berpendapat kondisi pendidikan setiap daerah tidak bisa sama dan harus berbeda. Tidak bisa disamakan pendidkan di Papua dan di Jawa. Begitu pula dengan standar pendidikannya tidak bisa dibikin sama. Pihak pemerintah cukp bertugas dalam menentukan capaian atu membuat kompetensi dasar pendidikan di Indonesia.

admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *